Tuesday, July 28, 2009

cinta atau benci

Tentu kita semua sudah tahu idiom di atas, tapi sebuah penelitian di Inggris menunjukkan bahwa kedua hal tersebut secara biologis memang mirip; Hasil pemindaian otak memperlihatkan bahwa ada persamaan bagian otak yang aktif ketika seseorang melihat foto orang yang ia benci atau yang ia cintai.

Satu perbedaannya adalah: Bagian otak yang berkaitan dengan penilaian dan akal sehat tidak begitu aktif dalam mode ‘cinta’, sementara bagian serupa lebih banyak aktif ketika kita membenci.

Professor Zeki and John Romaya of the Wellcome Laboratory of Neurobiology analysed the activity of the neural circuits in the brain that lit up when the volunteers were viewing photos of the hated person.
They found that the hate circuit includes parts of the brain called the putamen and the insula, found in the sub-cortex of the organ. The putamen is already known to be involved in the perception of contempt and disgust and may also be part of the motor system involved in movement and action.
“Significantly, the putamen and the insula are also both activated by romantic love. This is not surprising. The putamen could also be involved in the preparation of aggressive acts in a romantic context, as in situations when a rival presents a danger,”
One major difference between love and hate appears to be in the fact that large parts of the cerebral cortex – associated with judgement and reasoning – become de-activated during love, whereas only a small area is deactivated in hate.
persepsi.wordpress.com

batas antara muslim dan kafir

Pada saat ini sangatlah sulit untuk membendung gaya
hidup non Islami masuk ke masyarakat Islam. Bahkan boleh jadi justru budaya mereka yang mewarnai umat atau masyarakat Islam. Lihatlah bagaimana TV, media massa, film, cara hidup, cara makan, cara berbicara, cara berpakaian, sampai dengan cara berpolitik sudah tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. Dan kadang-kadang kita mengalami kesulitan untuk membuat tolok ukur, yaitu sejauh mana seseorang kita anggap beriman atau kufur, Islami atau tidak; karena batasnya sudah remang-remang. Namun tatkala hal tersebut kita konsultasikan dengan ajaran Islam,maka ternyata parameternya boleh dikata “cukup sederhana”, yaitu menjalankan atau meninggalkan shalat.

Hadist Nabi:

”(Batas) antara hamba dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).

”Batas antara seseorang dan kemusyrikan adalah shalat.” (HR. Muslim).

”Ikatan antara mereka dan kita adalah shalat, barangsiapa meninggalkan shalat maka ia telah kafir.” (HR. Turmudzi dan Nasai).

”Para sahabat Rasulullah tidak pernah menilai suatu amalan yang ditinggalkan sebagai kekufuran kecuali shalat.” (HR.Turmudzi dan Hakim).

”Barangsiapa meninggalkan shalat ’Ashar’, maka amalnya menjadi batal (tertolak).” (HR. Bukhari dan Nasa’i).
id.shvoong.com

5 tokoh yg mendobrak batas antara jenius dan gila

Batas itu, kalau kata orang-orang, memang tipis. Tapi dari berbagai studi terhadap tokoh-tokoh terkenal dunia yang diakui kreativitas dan kecerdasannya, mungkin batas itu tidak ada sama sekali. Situs Howstuffworks menampilkan 5 orang jenius dari berbagai bidang yang diketahui atau dicurigai (sulit dibuktikan dengan pasti karena mereka sudah wafat ratusan tahun lampau) menderita penyakit jiwa.

5. John Nash: Matematikawan pemenang Nobel Ekonomi ini menderita skizofrenia yang disertai gejala halusinasi (mendengar suara-suara) dan delusi (mengira dirinya pembawa firman dari surga dan dikejar-kejar oleh presiden, paus, dan orang-orang komunis).

4. Vincent van Gogh: Baru dikenal dunia setelah kematiannya (dengan cara bunuh diri). Ia memotong sebagian telinganya dan diceritakan sering menenggak terpentin dan mengudap cat kering. Berdasarkan analisis terhadap produktivitas melukisnya, diduga ia menderita gangguan bipolar (perubahan mood yang ekstrim dari mania (gembira berlebih) ke depresi berat).

3. Edgar Allan Poe: Penulis terkenal ini juga adalah seorang pemabuk berat, dan dari surat-suratnya diketahui sering memikirkan bunuh diri. Berdasarkan interpretasi surat-suratnya pula ia diduga juga mengalami gangguan bipolar.

2. Ludwig van Beethoven: Dibesarkan oleh ayah yang pemabuk dan suka main pukul, komposer ini mengalami ketulian di usia dewasanya. Bayangkan betapa stresnya seorang pemusik yang tidak bisa mendengar nada. Berkeinginan bunuh diri dan juga termasuk salah satu penderita gangguan bipolar.

1. Isaac Newton: Diagnosis? Lagi-lagi gangguan bipolar, kecenderungan psikotik (delusi dan halusinasi), dan skizofrenia. Gejala-gejala ini diduga pengalaman traumatis di masa kecilnya, di mana ia dipisahkan dari ibunya sejak umur 2 hingga 11 tahun.

(Simak artikel selengkapnya dari tautan yang ada di klip di bawah artikel ini)

Dari kelima profil itu, mungkin anda bertanya-tanya: Apa sih hubungan gangguan bipolar dengan kejeniusan mereka? Apakah yang satu mempengaruhi yang lain, atau itu hanya kebetulan saja? Secara teoritis dan empiris, belum ada kesimpulan yang meyakinkan dan diterima secara luas mengenai hubungan kedua hal itu. Tapi coba simak penuturan Kay Jamison berikut, seorang profesor psikiatri dari John Hopkins University yang juga menderita gangguan bipolar:

“I honestly believe that as a result of [my illness] I have felt more things, more deeply; had more experiences, more intensely; loved more, and have been more loved; laughed more often for having cried more often; appreciated more the springs, for all the winters… Depressed, I have crawled on my hands and knees in order to get across a room and have done it for month after month. But normal or manic I have run faster, thought faster, and loved faster than most I know.”

popsy.wordpress.com